Waralaba Nasional Harus Belajar Pada Waralaba Asing
Pertumbuhan waralaba nasional melambat dibanding waralaba asing. Data menunjukkan waralaba nasional hanya tumbuh 2%, sementara asing tumbuh 9%. Kondisi ini sulit mengangkat waralaba nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Saatnya untuk belajar pada asing bagaimana membangun dan mengelola waralaba.
Masalah klasik sepeti permodalan, memang, masih menjadi kendala bagi waralaba nasional untuk bersaing dengan asing di negeri sendiri. “Waralaba asing didukung modal yang kuat. Waralaba asing network-nya mendunia. Seperti misalnya 7Eleven hampir di seluruh negara di dunia dia ada. Jadi skalanya jauh di atas skala ekonomis. Dia bisa membeli barang dengan harga yang relatif murah. Daya saingnya tinggi sekali,” ungkap Wakil Ketua Komisi VI Erik Satria Wardhana.
Erik yang ditemui, Kamis (21/8), sebelum Rapat Paripurna DPR, mengkhawatirkan, bila waralaba asing terus mendominasi pasar nasional, maka produk asing akan menjamur di Indonesia. “Akhirnya, kita jadi negara pasar atau konsumen bukan negara produsen,” keluh politisi HANURA tersebut.
Untuk memproteksi waralaba nasional, sambung Erik, perlu ada kebijakan standardisasi kualitas usaha dan membuat peraturan yang ketat bagi waralaba asing di Indonesia. Pasar nasional harus diberi proteksi khusus. Ini penting agar produksi dan pengusaha nasional punya pangsa pasar yang cukup di negeri sendiri.
Waralaba nasional juga harus banyak belajar pada waralaba asing bagaimana membangung network dan mendapat akses permodalan yang memadai. Dengan begitu nantinya waralaba nasional bisa ekspansi ke luar negeri. “Kemungkinan ekspansi tetap ada. Tapi, sekarang jadi tuan rumah aja dula di negeri sendiri. Waralaba kita harus banyak belajar dari waralaba asing, sehingga bisa membangun network di pasar modern.
Dalam UU Perdagangan, peran membina, perizinan, dan mengatur alokasi waktu operasi waralaba dipegang oleh pemerintah daerah. “Saya kira pemerintah daerah di mana pun harus punya keberpihakan. Kalau sudah punya keberpihakan, maka kita bisa merumuskan kebijakan nasional maupun kebijakan daerah yang berpihak pada waralaba nasional,” tegas Erik. (mh)/foto:iwan armanias/parle/iw.